Oleh: Mohamad Ali (Kaprodi Pendidikan Agama Islam)
Petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Solo menuai kritik keras dari pengelola dan penyelenggara sekolah swasta. Tahun ini sekolah swasta tidak dimasukkan dalam sistem PPDB online dan panitia memberi keleluasaan kepada peserta didik baru untuk memilih empat sekolah negeri. Kebijakan itu dinilai merugikan, bahkan dapat mematikan sekolah swasta.
Benarkah aturan tersebut merugikan sekolah swasta dan dapat mengantar sekolah swasta ke kematian? Kalau memang benar merugikan sekolah swasta, sekolah swasta seperti apa yang dirugikan? Bagaimana langkah bijak yang harus dipilih pengelola sekolah swasta dalam menghadapi perubahan? Pertama-tama perlu diingat keberadaan sekolah swasta diatur dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 55 ayat (1) UU ini menyatakan masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
Sekolah swasta adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kementerian Pendidikandan Kebudayaan wajib membina eksistensi sekolah swasta sehingga proses penyelenggaraan pendidikan sesuai standar mutu dan kriteria minimal layanan pendidikan.
Salah satu cara menjaga kualitas pendidikan adalah dengan mengatur PPDB agar berjalan secara transparan, demokratis, dan akuntabel. Aturan ini dibuat agar masyarakat dapat mengakses sekolah yang dipilih dan sekolah mendapat siswa sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan. Mempertemukan keinginan orang tua siswa dan kebutuhan sekolah tidaklah mudah.
Sistem PPDB seperti apa pun tetap ada keuntungan dan kerugiannya. Sistem PPDB online tahun ini yang hanya melibatkan sekolah negeri tampaknya tidak bisa dilepaskan dari PPDB tahun lalu yang berlangsung amburadul.