Sejak berdiri tahun 2017, program doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengadakan ujian terbuka untuk pertama kalinya. Promovenda yang diuji kali ini adalah Siti Afiah dengan mengajukan judul desertasi “Pendidikan Islam Multikultural Berbasis Kearifan Lokal : Telaah Hidden Currilucum Pada Pondok Pesantren Nurul Huda Sragen”.
Ujian tersebut dilaksanakan di ruang seminar gedung Pascasarjana UMS, Rabu (11/11/2020). Siti Afiah menyebutkan, dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Huda Sragen terdapat pendidikan islam multikultural.
Dalam penelitiannya, dirinya mengunakan pendekatan antropologi yaitu sistem religi dan kesenian. Dari hasil penelitiannya pendidikan islam multikultural di pondok tersebut berupa wayang kulit, pembelajaran filsafat jawa, pelestarian kesenian tradisional jawa dan arsitektur bangunan masjid yang berbentuk joglo.
“Implikasi Hidden Curriculum dalam softskill santri terbagi menjadi tiga, yakni keterampilan hidup mandiri, keterampilan hidup bermasyarakat dan keterampilan berperilaku unggulan” ujar Siti Afiah atau akrab disapa Bu Wiwik.
Dirinya mendapat gelar doktor di usianya yang sudah 69 tahun, dengan predikat Cumlaude 3,91. Ini menjadi kado terbaiknya, karena berbarengan dengan hari tanggal kelahirannya yakni 11 November 1951.
Selain Siti Afiah, di hari yang sama juga ada 3 mahasiswa program doktor Pendidikan Agama Islam UMS yang dikukuhkan sebagai doktor. Ketiganya dinyatakan lulus tanpa ujian terbuka karena berhasil menulis jurnal ilmiah yang terindeks Scopus. Mereka adalah Imamul Huda perolehan nilai 3,73, Kedua adalah Meti Fatimah dengan perolehan nilai 3,91, terakhir Muh. Nur Rochim Maksum dengan nilai 3.91.
Direktur Sekolah Pascasarjana UMS Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd. menyebutkan jika ini kali pertama S3 Pendidikan Agama Islam UMS menggelar ujian terbuka. “Siti Afiah adalah lulusan pertama Doktor FAI UMS melalui jalur ujian terbuka. Akhirnya pecah telur,” ujarnya.
Sementara Kepala Program Studi S3 Pendiidkan Agama Islam berpesan jika disertasi jangan jadikan sebagai karya terakhir tapi masih harus produktif meneliti dan menulis agar bermanfaat untuk masyarakat. “Kalau gak begitu (aktif menulis) mending gak usah ambil S3,” ujar Prof. Dr. Musa Asy’arie, M.A.