Allah menciptakan manusia sangat beragam, ada yang beriman ada yang tidak beriman. Ada yang disayangi-Nya dan ada yang tidak disayangi-Nya, bahkan ada yang Tuhan tidak sudi melihatnya di hari kiamat nanti. Untuk itu kita perlu belajar tafsir kehidupan.
Dalam kesempatan ini kita ingin mengetahui petunjuk Allah tentang ciri-ciri hambanya yang benar-benar beriman dan diberi gelar ‘Ibadur rahman. Hamba Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang karena ketaatannya dan ketinggian akhlaknya, yang patut menjadi contoh bagi manusia sebagai hamba Allah
Ciri-ciri ‘ibadurahman ini dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 63 sampai akhir. Ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan menjadi sifat yang bila dipunyai oleh seorang muslim pastilah dia mendapat ridha Allah di dunia dan akhirat dan akan ditempatkan-Nya di tempat yang lebih tinggi dan mulia di dalam surga.
Tafsir untuk Berkata Baik
Pertama, apabila mereka berjalan di muka bumi, terlihat dari sikapnya itu sifat kesederhanaan jauh dari sifat sombong. Langkahnya tetap teratur, tidak dibuat-buat hanya karena ingin menarik perhatian orang.
Kedua, apabila ada orang yang mengucapkan kata-kata tidak pantas atau tidak senonoh kepada mereka, dan mereka tidak membalas kata-kata itu, melainkan menjawabnya dengan kata-kata yang baik yang mengandung nasehat dan harapan semoga mendapat hidayah dari Allah.
Demikianlah sikap Rasulullah Saw bila diserang dan dihina dengan kata-kata kasar, beliau tetap berlapang dada dan menyantuninya. Perhatikan firman Allah dalam Al-Quran berikut,
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata keselamatan”(Q.S. Al-Furqan: 63)
Mendirikan Shalat Malam
Ketiga, apabila malam telah sunyi sepi manusia telah dibuaikan tidur nyenyak, mereka mengerjakan shalat tahajud. Mereka tinggalkan kesenangan dan kenyamanan tidur, mereka resapkan dengan sepenuh jiwa dan raga, bagaimana nikmat dan tentramnya dikala munajat dengan Tuhan. Mereka mendidrikan shalat seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Karena dengan shalat malam ini, jiwa mereka menjadi suci dan bersih, iman mereka bertambah kepada Tuhan. Dan saat itulah mereka memohon dan berdoa dengan penuh khusyu dan tawadhu untuk diampuni dosanya dan dilimpahi rahmat dan keridhaa-Nya.
Perhatikan ayat 64 selanjutnya, “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”
Selain itu dalam surat As-Sajdah ayat yang ke 16 Allah Swt berfirman, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo’a kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan”
Mengingat Hari Akhir
Keempat, mereka selalu mengingat hari akhirat, hari perhitungan, di mana semua manusia akan mempertanggung-jawabkan perbuatannya, yang baik diberi ganjaran berlipat ganda dan yang jahat diberi balasan yang setimpal.
Di saat munajat itulah tergambarlah dalam pikiran mereka, bagaimana ganasnya api neraka yang selalu menanti para hamba Allah yang durhaka. Di kala itu meneteslah air mata mereka dan mereka memohon dengan sungguh-sungguh agar dibebaskan dari siksaan api neraka yang ganas itu. Hal itu dikemukakan Allah dalam surat Al-Furqan ayat yang ke 65-66 berikut,
“Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman” (Q.S. Al-Furqon: 65-66)
Tidak Boros dan Kikir
Kelima, apabila menafkahkan harta, mereka tidak terlalu boros dan tidak pula terlalu kikir, tetapi tetap memelihara keseimbangan antara kedua sifat yang buruk itu. Sifat boros akan membawa kepada kemusnahan harta dan kerusakan masyarakat.
Karena seorang yang boros akan menghambur-hamburkan kekayaannya dengan jalan yang merusak seperti judi, main perempuan dan minum khamer. Demikian juga, sifat kikir segan mengeluarkan harta untuk dirinya, apalagi untuk masyarakat. Di sini ayat 67 dari surat Al-Furqan yang Allah berfirman,
Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Maha pengasih) orang-orang yang apabila membelanjakan, mereka tidak berlebihan, dan tidak kikir, dan adalah di tengah-tengah antara yang demikian (Q.S. Al-Furqon: 67
Tafsir Tauhid Puritanisme
Keenam, mereka tidak menyembah selain Allah. Tidak mempersekutukan dengan sesuatu apapun. Mereka benar-benar menganut tauhid yang murni. Bila beribadah, maka ibadahnya itu semata-mata hanya karena Allah Swt.
Bila berbuat kebajikan, maka perbuatannya karena Allah Swt, maka benar-benar langsung kehadirat Allah Swt. Ini juga disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 68-69.
Ketujuh, mereka tidak mau dan tidak pernah melakukan sumpah palsu dan apabila mereka lewat di hadapan orang-orang yang suka omong kosong dan ucapan tak berguna. Mereka pasti tidak mau bergabung. Hal ini juga disebutkan dan ditegaskan dalam surat yang sama ayat yang ke-72.
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui dengan menjaga kehormatan dirinya” (Q.S. Al-Furqan: 72)
Terbuka dan Toleransi
Kedelapan, mereka dapat menanggapi peringatan yang diberikan Allah bila mereka mendengar peringatan itu. Hati mereka selalu terbuka untuk menerima nasehat dan peringatan serta pelajaran. Pikiran merekapun selalu digunakan untuk merenungkan ayat-ayat Allah untuk dipahami dan diamalkan.
Sehingga, bertambah pula keimanan dan keyakinan mereka, bahwa ajaran Allah benar-benar tinggi nilai dan mutunya, ajarannya benar dan tidak dapat ditambah. Tafsir nya Allah juga berfirman dalam surat Al-Furqan ayat yang ke-73, sebagai berikut,
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta”
Kesembilan, mereka selalu munajat dan memohon kepada Tuhan agar diberi anugerah keturunan yang baik-baik sehingga istri dan anak-anak itu benar-benar menyenangkan hati dan perasaanya. Karena keluarganya sendiri terdiri dari orang-orang yang sholeh dan bertakwa kepada Allah Swt.
Menjadi Generasi Qurota ‘Ayun
Dengan demikian, akan bertambah banyaklah di muka bumi hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tafsir Generasi rahmatan lil alamin.
Di samping itu mereka juga mengharapkan agar anak cucu-nya menjadi pemimpin yang dapat mengajak orang untuk bertakwa di muka bumi ini tentunya. Bukan generasi atau pemimpin yang sekedar untuk mencari kedudukan dan pangkat.
Allah berpesan kepada hamba-hambanya pada ayat selanjutnya, “Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. Al-Furqan: 74)
Itulah di antara tafsir ciri-ciri yang harus menjadi sifat dan karakter dari hamba Allah yang patut diberi predikat ibadurahman, hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Orang-orang yang telah mencapai predikat ini akan diridhoi oleh Allah dan akan ditempatkan di akhirat nanti pada tempat yang paling mulia di sisinya yaitu surga dengan segala kenikmatannya.
Mereka juga dihormati dan dimuliakan oleh para malaikat serta diberi karunia atau rahmat yang tidak akan putus-putusnya. Semoga uraian ini dapat bermanfaat buat kita terutama untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kapada Allah Swt.
Oleh Dartim (Penulis adalah Dosen Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)