Keputusan organisasi kesehatan dunia (World Health Organization) menempatkan wabah virus corona (covid-19) sebagai pandemi, sontak membuat semua negara bersiaga, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Secara sederhana, pandemic merupakan wabah yang berjangkit serempak dan massif di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas.
Pergerakan manusia antar negara yang demikian intensif, membuat virus corona yang mulanya berjangkit di Wuhan, Tiongkok kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Pemerintah Indonesia yang pada awalnya memandang dengan sambil lalu, tiba-tiba tergagap ketika muncul data ada warganya yang positif terinfeksi virus ini. Berbagai langkah ditempuh dan sejumlah kebijakan diambil untuk mencegah penyebaran virus pandemic kini menjalar secara liar.
Meski belum sampai tahap lockdown, tetapi langkah membatasi pergerakan dan mobilitas manusia antar daerah dilakukan. Langkah-langkah yang diambil untuk membatasi pergerakan manusia, antara lain: menutup tempat wisata, pembatasan kerumunan maksimal 30 orang, ajakan bekerja dari rumah, dan belajar di rumah.
Pendidikan Terdampak Covid-19
Seluruh provinsi di Indonesia telah terdampak virus pandemic ini. DKI Jakarta memberlakukan PSBB yang segera diikuti dengan kota-kota penyangga ibukota di Jawa Barat dan Banten. Beberapa kota lain di Jawa Timur juga sudah ancang-ancang mengambil langkah serupa.
Salah satu bidang yang terdampak pembatasan ruang gerak ini adalah pendidikan. Lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, sampai Sekolah Menengah Atas/Kejuruan “libur”, atau belajar di rumah. Kebijakan itu juga berlaku untuk pendidikan non-formal. Sejumlah perguruan tinggi di Surakarta dan daerah lain terdampak juga melakukan hal yang sama.
Mengapa kata “libur” ditempatkan dalam tanda kutip? Sebab, yang terjadi adalah proses pemindahan tempat belajar, bukan di sekolah ataupun kampus, tetapi di rumah.
Dengan cara demikian, maka proses belajar mengajar yang biasanya dilakukan melalui tatap muka di ruang kelas, berada di lingkungan sekolah, kemudian diubah secara daring (online) dari rumah masing-masing.
Rencananya, usaha pencegahan penyebaran covid-19 melalui pembatasan mobiltas dan pergerakan manusia ini akan berlangsung satu bulan. Setelah satu bulan, akan ditinjau kembali. Ada dua kemungkinan yang akan muncul, mencukupkan dua pekan saja, bila penularan bisa diatasi. Akan tetapi, bila penyebaran virus ini terus menjadi-jadi, maka opsi pembatasan pergerakan akan diperpanjang.
Secercah Cahaya di Balik Corona
Tentu kita berharap wabah ini segera bisa diatasi, sehingga warga bisa beraktivitas normal seperti sedia kala. Namun demikian, pada saat yang sama kita harus berjaga-jaga dan menyiapkan diri sedemikian rupa untuk menghadapi situasi krisis ini lebih dari dua pekan.
Berjaga-jaga dan menyiapkan diri secara proporsional, bukan panic buying, membeli barang-barang kebutuhan pokok secara berlebihan. Menyiapkan diri secara proporsial berarti mengubah cara, sikap dan aktivitas hidup sedemikian rupa. Sehingga kita tetap bahagia dan menjaga produktivitas dalam situasi kritis seperti sekarang ini.
Dengan kata lain, musibah pandemik covid-19 harus menjadi pelajaran berharga bagi warga masyarakat. Bukankah manusia bijaksanaa dalah mereka yang pandai menarik hikmah dibalik setiap peristiwa? Sekelam apapun suatu peristiwa, pasti ada secercah cahaya di sebaliknya? Secercah cahaya inilah yang menjadi haluan baru dalam menapaki kehidupan yang lebih baik.
Esai ringkas ini merupakan refleksi atas pengalaman dan pengamatan selama sepekan menjalani hidup dalam situasi “ruang gerak terbatas”. Salah satu hikmah besar dari peristiwa ini adalah penemuan kembali hakikat pendidikan dan esensi sekolah dalam kehidupan modern ini. Dua konsep ini, pendidikan dan sekolah, akan didiskusikan secara lebih mendalam.
Penyempitan Makna Pendidikan
Dalam makna luas, pendidikan adalah kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan pendidikan. Konsepsi ini mengandung makna bahwa, proses hidup dan kehidupan manusia itu sesungguhnya adalah proses pendidikan. Pada saat yang sama, segala pengalaman reflektif seseorang, dan kehidupan orang lain, memberikan pengaruh pendidikan baginya.
Dengan kata lain, pendidikan dalam makna luas sama dengan konsep belajar. Proses belajar berlangsung sepanjang hayat, kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun asal dalam dalam rangka menumbuhkan potensi diri secara optimal. Ringkasnya, hakikat pendidikan semakna dengan belajar kehidupan.
Sayang sekali, makna pendidikan yang luas ini telah lama diabaikan. Kita lebih akrab dengan arti pendidikan secara sempit sebagai proses pewarisan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda. Secara kasat mata, makna ini kemudian identik persekolahan. Mereka hanya belajar ketika masa-masa, ataupun tengah berada di sekolah. Ketika rampung atau berada di luar sekolah, maka berhentilah pula aktivitas belajarnya.
***
Bahkan, lebih dari itu, ada yang memahami pendidikan dan sekolah secara lebih dangkal lagi, yaitu selembar ijazah. Tanpa melalui proses belajar di sekolah ataupun kuliah di kampus mereka dapat menggondol ijazah “aspal” (asli tapi palsu).
Demikianlah makna pendidikan telah disempitkan menjadi persekolahan dan sekolah telah didangkalkan lagi menjadi selembar ijazah dan gelar-gelar kesarjanaan yang begitu mentereng. Hari-hari ini pengertian pendidikan dan sekolah yang sempit itu sedang ditinjau kembali dan direvisi secara mendasar. Mereka bisa belajar mandiri meski berada di rumah melalui cara daring, sistem online .
Kekhawatiran Belajar Sekolah Online
Proses belajar-mengajar secara daring yang dapat diakses dari rumah masing-masing ini telah berlangsung sebulan lebih. Awalnya ada kekhawatiran bahwa, proses belajar di rumah secara daring tidak bisa berjalan efektif. Namun seiring berjalannya waktu, kekhawatiran itu tidak cukup terbukti. Sejauh pengalaman dan pengamatan penulis, proses belajar di rumah masing-masing ini berjalan relatif lancar.
Pendidik, baik dosen maupun guru, memakai teknologi belajar yang berbeda-beda dalam melakukan pembelajaran daring. Pemilihan ini disesuaikan dengan usia perkembangan siswa ataupun jenjang pendidikan dan tentu saja kemampuan pendidik dalam mengoperasikan teknologi pembelajaran.
Beberapa sistem belajar daring yang cukup popular digunakan selama masa pembatasan gerak ini adalah schoology, google classroom, google meeting, webex, email, facebook, APPS, dan tidak sedikit yang memakai whatsapp.
Berbagai jenis teknologi belajar sistem daring itu cukup efektif menggantikan tatap muka dan interaksi langsung pendidik dan peserta didik. Disebut efektif, karena pendidik dapat menyampaikan pesan (baca: materi pelajaran), dan peserta didik dapat menangkap pesan dengan baik.
Hikmahnya Belajar Kehidupan
Dalam suasana belajar dan bekerja di rumah, interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga berlangsung lebih intensif dan akrab. Susana penuh keakraban ini pada urutannya melahirkan perbincangan-perbincangan ringan tentang kehidupan.
Apa sesungguhnya virus corona? Bagaimana wataknya? Apa yang harus dilakukan untuk menangkalnya? Mengapa sebagian masyarakat tidak menghiraukan seruan pemeritah? Mengapa pula ada sebagian yang bereaksi berlebihan, alias panic buying?
Masalah-masalah yang tengah hangat itu diperbincangkan dengan akrab. Ketika perbincangan deadlock, ada yang berinistif mencari informasi lewatgoogle searching. Demikianlah, meskipun bukan dokter, bukan ahli mikrobiologi, tetapi kita turut berpartisipasi membicarakan dan ingin mengetahuinya lebih jauh, sehingga menjadi warga masyarakat yang waspada dan siaga mencegah penyebaran covid-19 ini.
***
Suasana penuh keakraban, membicangkan dan mencari tahu masalah-masalah actual kehidupan inilah yang disebut dengan pendidikan dalam makna yang luas. Mereka belajar tentang kehidupan dan berusaha terlibat penuh dalam upaya mencerdaskan dan memperbaiki kehidupan.
Setelah menemukan makna pendidikan sebagai belajar kehidupan. Selanjutnya, beralih ke pemaknaan kembali sekolah. Gambaran tentang sekolah sebagai tumpukan gedung bertingkat yang terdiri atas petak-petak kelas, aturan yang kaku, seragam sekolah, paket kurikulum, birokrasi yang seram dan lain sebagainya, hari-hari ini mencair.
Kembali ke Sekolah Kehidupan
Sekarang ini, mereka dapat belajar tanpa menggunakan seragam sekolah, tidak harus berada dalam ruang kelas, dapat memangkas kekakuan birokrasi, dan kurikulum yang lebih fleksibel. Suasana sekolah yang demikian, lebih mendekati gambaran atau makna sekolah sebagaimana pengertian yang awal (khitah).
Istilah “sekolah” berasal dari bahasa Latin skhole, scola, scolae, atau schola yang berarti “waktu luang” atau “waktu senggang”. Di kalangan bangsa Yunani kuno, sekolah berarti waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar. Aktivitas itu hanya dilakukan oleh anak-anak dari keluarga bangsawan-priyayi-elit.
Belakangan ini, anak-anak dan orang tua memiliki waktu senggang yang lebih banyak, dan digunakan untuk belajar di tengah kesibukan mengerjakan tugas-tugas dari rumah. Waktu senggangnya berasal penghematan waktu perjalanan pulang-pergi rumah ke sekolah/kantor.
Waktu senggang ini digunakan untuk membicarakan dan mempelajari masalah-masalah actual kehidupan. Tanpa disadari, dengan memanfaatkan waktu senggang untuk belajar kita telah memaknai kembali sekolah ke makna asalnya. Mengembalikan khitah sekolah sebagai aktivitas waktu senggang untuk meningkatkan kualitas diri dan mencerdaskan kehidupan.
Penulis adalah Kaprodi PAI Universitas Muhammadiyah Surakarta; dan Pengasuh Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Surakarta
Selengkapnya Baca Juga di sini